HUJAN SAKSINYA

23:45 mataku masih saja belum mengantuk, masih terbayang senyum manisnya tadi siang di sekolah. Kata sahabatku dia menyukaiku, tapi entahlah. “Aduh Qilla, apaan sih lo. Udah tidur besok lo kesiangan!” omelku sambil menarik selimut. Paginya untung saja aku tidak kesiangan, aku berangkat sekolah bersama Dina sahabatku. Rumahnya berhadapan denganku, jadi kami berteman sejak kecil dan kami berdua satu kelas. Sesampainya di sekolah, aku kembali bertemu dengan Bany, dia pun memberi senyumnya padaku, tapi kali ini dia menyapaku.

“halo Qilla”
“eh I.. Iya Bany” jawabku gugup.
“aku duluan yaa”
“iya.” mataku tak berkedip sampai punggungnya tak terlihat.

“Hey!” teriak Dina mengagetkan tatapanku.
“ngagetin aja Dina”
“kamu suka ya sama Bany?” goda Dina.
“eh, siapa bilang?” senyumku sambil berlari menuju kelas.
“alahh, gak usah bohong kamu Qill” kejar Dina.

Pas istirahat terpaksa aku gak ke kantin, karena mendadak perutku begitu sakit. Tapi Dina pergi karena dia kelaparan, so dia tukang makan. Saat aku menundukkan kepalaku di atas meja Dina mengagetkanku.

“Qilla!”
“apaan sih Dina? ngagetin aja”
“kamu udah sembuh sakitnya?”
“dikit”
“aku punya obat loh”
“aku udah diobat tadi”
“tapi ini beda, manjur juga”

“apaan sih emangnya?”
“buka deh ponsel kamu”
Dengan kesal aku membuka ponselku, “apa? Ada apa sama ponselku?”
‘ehh tapi… kenapa Bany gak ngesms Qilla yah?’ Dina bingung.
“udah deh, kamu ganggu orang aja”
“iya deh maaf”

Drett.. Getar ponselku tanda pesan masuk.
“Halaah, siapa sih? Ngantuk juga” pas melihat pesan itu aku kaget. “Hah, nomor baru?”
“selamat malam Qilla”
“iya, siapa ya?”
“Bany, nggak ganggu kan?”
“oh, nggak kok. Dapat nomor aku dari mana?”
“Bla.. Bla..”
“Bla.. Bla..”
Aku ngerti sama sikap Dina tadi pas istirahat.

“Rese kamu din!” omelku saat berangkat sekolah.
“apa maksud kamu Qill?”
“aku ngerti obat itu, kamu ngasih nomor aku ke Bany kan?”
“ahh jadi Bany udah sms kamu Qill?” teriak Dina.
“Dina, gak usah kenceng-kenceng kek”
“hehe, maaf”

Drett.. “aduh getar nih ponsel aku”
“buka-buka, dari Bany kali” Dina buru-buru.
“biasa aja kali din”
“ehh iya..”
“Selamat pagi Qilla, udah berangkat sekolah ya? Entar pulang bareng yuk?”
“ahh, kamu diajak pulang bareng sama Bany!” teriak Dina kegirangan.
“ih Dina, lihat tuh semua orang lihatin kita”
“hihihi..” Dina cengengesan.

Kring.. Bel pulang berbunyi, senengnya.
“ayo!” ajak Bany di parkiran.
“iya.” langsung naik motor Bany.

“Bany, kayaknya mau hujan deh” aku memecah keheningan di tengah perjalanan.
“iya, kita berhenti di situ dulu yuk” ajak Bany ke suatu tempat.

Keheningan pun kami ciptakan di tempat itu.
“Ekhem..” aku tahu Bany berpura-pura batuk.
“kenapa Bany?”
“nggak kok” senyum Bany.
“Qill, aku boleh ngomong sesuatu gak?”
“iya, boleh”

“Ak.. Aku.. Aku..”
“kenapa sih?” cengirku.
“aduh gimana yaa”
“Aku.. Aku sayang sama kamu Qill”
“eh?!” sontak aku terkejut.

“kenapa? Kamu..”
“nggak Bany, aku seneng kamu jujur sama perasaan kamu, aku. Aku juga punya rasa yang sama seperti kamu”
“jadi aku diter…”
“tapi…”
“tapi kenapa Qill?”
“tapi aku.. Aku takut Bany, aku takut kamu ninggalin aku. Aku takut kamu pergi, aku takut cinta kamu ses…” telunjuk Bany menempel di bibirku.
“Ssstt, kamu gak usah lanjutin bicara kamu Qill, kamu gak percaya sama aku?”
“aku.. Aku…”

Bany memelukku, “aku janji akan jagain kamu, aku janji gak bakalan ngecewain kamu, aku..”
“udah Bany..” aku melepaskan pelukanku. “aku percaya sama kamu, tapi kamu harus buktiin itu semua, aku sayang sama kamu.” kembali aku memeluk Bany.
“iya Qill, hujan ini menjadi saksi cinta kita berdua.” tak sadar aku meneteskan air mata.
“Aku percaya sama kamu Bany, semoga kamu yang terbaik untukku, semoga kita selamanya.” pekikku dalam hati.

SELESAI

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai